Mau Mengeluh? Pikir-Pikir Lagi Deh.

'Your beliefs become your thoughts, 
your thoughts become your words, 
your words become your actions,
your actions become your habit, 
your habit become your value, 
your value become your destiny.'

-Mahatma Gandhi 

Apa yang dipercaya akan menjadi pikiran. Apa yang dipikirkan akan menjadi perkataan. Apa yang dikatakan akan menjadi perilaku. Apa yang dilakukan akan menjadi kebiasaan. Apa yang dibiasakan akan menjadi nilai, dan nilai akan menjadi sebuah takdir. 

Begitu kurang lebih arti dari kutipan Gandhi di atas. 

Dari sini, kita bisa melihat betapa apa yang kita katakan bisa menjadi nilai diri. Nilai itu, kemudian yang akan berpengaruh terhadap takdir apa yang kita jalani. Sebaik-baik perkataan, sebaik itu pula perilaku, nilai dan takdirnya. Berlaku pula sebaliknya. 

Kehidupan terus berjalan. Semakin lama kita semakin gamblang memahami bahwa semua kehendak membutuhkan perjuangan. Bicara soal perjuangan, pasti tak lepas dari lika-liku dan tantangan. Hal-hal tersebut memicu manusia untuk berbuat lebih dari batas yang ia tau ia mampu lakukan. Pada fase ini, manusia akan rentan sekali, bahkan biasa, untuk melakukan suatu hal yang biasa kita sebut dengan: mengeluh. 

Mengeluh adalah sebuah manifestasi dari tekanan. Tekanan ini merupakan implikasi dari ketidakmampuan, rasa tidak puas, tidak legowo menerima kenyataan dan berbagai penyebab lainnya. Mengeluh merupakan salah satu bentuk 'coping mechanism' yang membuat kita sering kali merasa keadaan menjadi sedikit lebih baik. Ia menjadi salah satu jalan pintas tercepat untuk mengurangi tekanan yang kita terima. 

Lalu bagaimana dengan mengeluh setiap kali bertemu hal-hal yang tidak diinginkan? 

Koneksi internet lambat sedikit, mengeluh. Stopkontak jauh, mengeluh. Botol minum tutupnya sulit terbuka, mengeluh. Hingga tersenggol saat jalan pun, mengeluh. 

Ternyata, studi telah menemukan bahwa terlalu banyak mengeluh memberikan dampak jangka panjang yang negatif untuk kesehatan mental bahkan fisik. Jadi bagi teman-teman yang selama ini memilih untuk 'sok kuat' dan tidak mengeluh, itu sudah merupakan pilihan yang cukup bijak sejauh ini. Dan bagi yang masih sering mengeluh, maka penjelasan di bawah tampaknya akan membuat kalian berpikir dua kali lain waktu saat ingin mengeluh. 

Mengeluh memang hal wajar yang dilakukan semua orang. Tetapi, mengeluh merupakan sebuah kebiasaan buruk. Disebut kebiasaan buruk karena ia akan membuat seseorang menjadi picik akan sisi baik suatu hal. Kebiasaan mengeluh juga bisa mengaburkan pandangan untuk melihat solusi dari masalah yang sedang dihadapi, sehingga sering kali seseorang malah cenderung mengambinghitamkan orang lain atas kelemahannya. Orang-orang ini jadi lebih sukar menikmati hidup. Banyak orang yang mengeluh hanya untuk meringankan tekanan yang dialaminya tanpa memikirkan solusi, sehingga masalah akan tetap ada dan keluhanpun terus berlanjut. 

Dr. Rizal Fadli di laman holodoc.com menyatakan bahwa perasaan ketidakpuasan dan frustasi yang muncul bersamaan dengan kepercayaan akan tidak adanya kemampuan untuk mengubah keadaan tersebut membuat seseorang merasa menjadi korban, tidak berdaya, putus asa, dan merasa buruk tentang diri sendiri. Tak menjadi masalah apabila kemunculannya sekali dua kali. Namun, saat frekuensinya mulai tinggi, maka akumulasi dari frustasi dan ketidakberdayaan ini akan berpotensi untuk terus bertambah dan memengaruhi suasana hati, harga diri dan juga kesehatan mental. 

Asal muasal gangguan kesehatan mental yang disebabkan oleh mengeluh ini dijelaskan Steven Parton dalam Psych Pedia. 

Ia mengemukakan bahwa di dalam otak, terdapat kumpulan sinaps yang dipisahkan oleh celah sinaptik. Setiap kita memikirkan sesuatu, sinaps akan menembakkan cairan kimia kepada sinaps lainnya yang kemudian akan membangun jembatan yang nantinya akan dapat dialiri sinyal elektrik yang membawa muatan informasi yang relevan dengan apa yang kita pikirkan. 

Setiap kali muatan elektrik terpicu, baik positif atau negatif, otak akan menyimpan memori tersebut dengan mengubah struktur fisiknya secara berkala dengan sinaps-sinaps yang tumbuh kian berdekatan. Perubahan struktur fisik pada otak akan membuat sinaps yang berdekatan berbagi ikatan kimiawi yang saling memancar, sehingga memudahkan sebuah pikiran untuk muncul. Dengan mengulang kemunculan sebuah pikiran, seseorang membuat sinaps-sinaps yang merepresentasikan suatu kecenderungan -baik negatif maupun positif- semakin mendekat. Dan saat suatu keadaan tercipta, pikiran yang akan muncul adalah pikiran yang ada pada jembatan antar sinaps dengan jarak terpendek, yang paling berdekatan.  

Singkatnya, semakin sering seseorang mengeluh, maka otak akan 'ter-setting' untuk memberi respon serupa saat terpicu dengan keadaan tertentu. Sebaliknya, apabila yang sering terpikir adalah sesuatu yang positif, maka sinaps dalam otak akan teraliri dengan muatan informasi yang positif, yang membuat seseorang lebih mudah memiliki refleks positif. 

Parton juga menekankan bahwa menghentikan kebiasaan mengeluh sangat penting untuk kesehatan fisik. Pasalnya, saat sinaps-sinaps memancarkan muatan negatif seperti amarah, kesal, jengkel dan sebagainya, hormon stres kortisol juga ikut dilepaskan dalam keadaan ini. Semakin sering ia dilepaskan, maka meningkat pula kadar zat tersebut dalam tubuh,  Sehingga mengakibatkan pada melemahnya sistem imun, terganggunya memori dan pembelajaran, meningkatnya tekanan darah, resiko penyakit jantung, obesitas, diabetes serta berbagai penyakit lainnya. 

Tapi, keluhan bukan tak bisa dicegah. Kita bisa melakukan beberapa upaya, seperti menjaga pikiran agar tetap positif. 

Menjaga pikiran tetap positif tentu membutuhkan usaha. Kita bisa belajar mensyukuri hal-hal baik yang sejauh ini telah kita dapat dan rasakan. Menerima keadaan dan menjalaninya sebaik mungkin, juga menghindari sikap berlebihan yang menuntut kesempurnaan. 

Saat kita melihat seseorang mengalami emosi tertentu, entah amarah, kesedihan maupun kebahagiaan, maka otak akan mencoba emosi itu untuk bisa membayangkannya. Ini dilakukan dengan berusaha memancarkan sinaps di otak sehingga kita bisa merasakan apa yang orang lain rasakan. Atau, berempati. 

Maka, mengelilingi diri dengan orang-orang yang positif juga penting untuk memudahkan kita mengisi otak dan perasaan dengan muatan positif. 

Mengeluh memang pelarian yang sangat instan. Namun, saat kita bisa mengusahakan untuk memiliki respon yang baik terhadap suatu keadaan, maka tidak hanya kita menjaga diri sendiri, kita juga menjaga orang lain untuk terdampak gelombang negatif yang kita ciptakan. 

Hikmah dari suatu keadaan tidak selalu kita tangkap secara langsung. Dan memang dalam konteks ini, tidak semua hal itu baik, tapi pasti selalu ada kebaikan di dalam suatu hal. Kita harus mulai, untuk berani melihat sisi terang dari kejadian-kejadian yang kita alami. Ingat, mulai aja dulu. Nanti, lama-lama kan terbiasa. 

Mudah dalam kata, semoga juga mudah dalam laku.

Stay positive, stay healthy, pals! :D♡

#psycorn #psychologycorner 

🌬
@nayasalsaa 
somewordsandaheart.blogspot.com
Cairo, June 17 2020 
2.13 pm 

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer