Beberapa Penggalan Kisah Tak Terdengar.

Aku menoleh. Lalu kepalaku berhenti pada sebuah posisi dimana di sana, kulihat dirimu semakin menghilang. Disusul bayang, ditelan kerumunan.

Sebelumnya tanganmu melambai, senyum kaulempar, kutangkap lalu kusimpan sembunyi-sembunyi dalam hati. Agar kau tak tau, agar semua biar begini saja, katamu. Padahal, lama sudah logikaku lumpuh, membuat sarafku memerintah kepala untuk mengangguk, mengaminkan tiap pintamu.

Sudah berapa banyak isyarat kulayangkan, kau tampik keras-keras, terpelanting ia, berhamburan jadi tak berarti lagi. Padahal besar harapku kau akan mengerti.

Sering aku meringis menahan perih, kadang juga meratap sambil menyumpah serapah diri. Kenapa pula begitu takluk padamu yang masih abu-abu. Tiap hari kubiarkan kau mengatur laju, mengambil alih pengaturan skala kebahagiaan dengan hadir dan tiadamu.

Muncul banyak pertanyaan dalam kepalaku. Tak habis diamku merenungkanmu. Rindu yang bangkit melulu, menghunjam di siang-siang dan malam-malamku. Lamunan-lamunan yang tertuju pada satu; dirimu.

Kepada Bulan kukisahkan semua luka. Ia jelaskan bahwa kebodohankulah yang menggores hati; keinginan dimiliki itu bak belati.

Kepada Angin kutitipkan sejuta sayang. Memintanya untuk menyampaikan. Kembali ia dengan senyum sarkastik, membuatku semakin tak berkutik karena ternyata sikap tak acuhmu lebih dingin dari hembusnya.

Bumi terus berotasi

Debur ombak tak berhenti

Hari berganti

Tapi aku terus menanti,

tanpa letih menunggu pasti.

Lalu kudapati rasa ini kian meradang. Menggerogoti nalar yang setengah hidup berjuang, melawan nurani yang kolot memelihara rindu tak berbatas 

Yang ternyata, 

Tanpa balas.

-

Ha! Jiwaku hanyut dibawa arus deras cinta sendiri!

Komentar

Postingan Populer