Sebuah Ucapan Selamat Ulang Tahun.

Hari ini, persis dua puluh tahun lalu tangismu didengar dunia. Kala itu, semua terasa ajaib. Sakit dan perih sirna seketika menyambut hadirmu. Padahal, tiada yang tahu bagaimana dunia akan bersikap padamu. Tidak satupun tahu bagaimana kau akan bertahan. Di antara yang jahat dan baik, seluruh do'a hari itu diangkasakan agar yang baik selalu membersamainu. 

Hari itu, bahkan bertaruh nyawa tak dipikir dua kali. Semua demi keterikatan, kebersamaan, keberlangsungan. Semua demi dirimu, yang diharapkan menjadi pemersatu yang utuh di tengah antara. Kau lahir. Bahagiaku nomor satu, yang selanjutnya adalah ragu, kemudian optimis, lalu hela nafas panjang atas kesyukuran dan kepasrahan. 

Ya, keberuntungan setiap orang pasti sudah digariskan Tuhan dengan sempurna.

-

Adalah waktu yang tak pernah peduli dan terus berlari dan tak pernah mungkin bisa dikejar. Kau masih merangkak, dan ia sudah berlari. Belum sempurna kakimu menapak, dan ia sudah berlari. Tertatih langkahmu berjalan, dan ia sudah jauh dan lebih jauh berlari. Maka jangan pernah ada niatmu untuk mengejarnya, karena itu sama saja menanam lelah dan kecewa, yang cepat atau lambat saat kau sadari akan kau panen.

Aku, seorang korban dari ambisi mengejar waktu. Sekhidmat itu kunikmati waktuku bersamamu, hingga meluap inginku, tak terbendung untuk menahan laju waktu. Berandai-andai memang sungguh menyakitkan. Berandai, agar tanganku bisa terus mendekapmu, merengkuhmu dalam sayang dan hangat, melindungimu dengan segenap kekuatanku. Berandai, agar punggungku sanggup untuk terus membawamu, agar tak pernah kau rasa letih. Sedangkan nyatanya, aku akan menua dan kau akan jadi dewasa. Dan yang kuharap untuk selalu kau tahu, bahwa keterpisahan adalah mimpi buruk yang mustahil kuingini untuk jadi nyata.

Dan disinilah kita sekarang. Aku yang semakin beruban dan kau yang semakin matang. Matamu yang memancarkan bara semangat muda, jiwa yang meneriakkan kebebasan, semua fakta yang kudapati, meski hanya dalam imaji. 

Hari ini dua puluh tahun lalu, kau dan aku menangis haru bersama, tenggelam dalam bahagia menyambut sebuah takdir akan hadirmu. 

Semua begitu membahagiakan sejak saat itu. Sumber kebahagiaan, tak lain dan tak bukan hanyalah dirimu satu. Dan waktu pun berlalu, suka yang kau bawa dan duka yang kau hapus mengobatiku dari segala luka yang rela kuterima demi dirimu. Kau selalu layak untuk aku perjuangkan. 

Semua begitu membahagiakan hingga tiba satu hari nahas yang merenggutmu dariku, mengantarkanmu kembali pada Ia yang menciptakanmu.

Hari yang membuat ragaku sekarat terjerembab dalam jurang nestapa. Terpenjara oleh kesedihan yang kubiarkan merantaiku. 

Dan berlangsunglah kehidupan dengan rona kelabu, luka yang tak lagi ada obatnya. Rutinitas ini kemudian harus kujalani meski sesak nafasku menghirup kenangan akan dirimu yang begitu pekat. 

Sepuluh tahun bersamamu dan sepuluh tahun tanpamu. Sepuluh tahun hidupku terasa begitu berarti dan sepuluh tahun yang berlanjut tanpa makna. Dirimu tak akan bisa tergantikan, meski datang dan pergi orang menghibur, aku hanya mampu menghargainya dengan seulas lengkung bibir yang tipis. Bukannya sembuh, segala memori malah makin ganas mengoyak jiwa. 

Kau benar tak terganti. 

Namun hidupku belum berakhir, dan aku tau betul kau juga ingin aku bahagia. 

Proses menjemput bahagia ini sungguh panjang dan melelahkan. Maka tiap tahun pada tanggal dan bulan yang sama, kudatangi gunduk tanah bertandakan batu dengan namamu itu. Membesuk dirimu, adalah ritualku menyembuhkan luka yang hanya bisa pulih tanpa hilang bekasnya. 

Maka kuucapkan selamat ulang tahun kepadamu. Anakku yang kusayang. Anakku yang kurindu dan akan selalu kurindu. Anakku yang kucinta. Anakku yang bahkan hingga tak lagi ada kau di sisi, kujamin do'aku tak berhenti mengiringi. 

Bukan sehat selalu atau panjang umur harapanku. Karena kita sama-sama tau itu semu. Maka tanpa putus asa kupinta pada Tuhan untuk mendekapmu lebih erat disisiNya, karena kutau Ia jauh lebih mampu menjagamu daripada aku. 

Kau memang tak lagi tergapai dan ragaku kian rapuh. Tapi hati ini telah kau bawa serta, dan begitupun rasa sayang ini. Maka ia bak biji bunga, terkubur dalam tanah subur bersamamu, kuairi dengan tangisku, bertumbuh untuk kemudian mekar dengan wangi semerbak yang akan terus mendekap sukma, hingga selamanya. 


Selamat Ulang Tahun yang ke-20, nak.
Tunggu Ibu disana ya, cepat atau lambat kita akan segera bersatu (lagi).  



🌬
@nayasalsaa
somewordsandaheart.blogspot.com
Cairo, June 10 2020 
3.40 pm 

Picture credits: Pinterest



Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer