A Curcol Session.

WARNING
Di dalam tulisan ini akan ditemukan: 
1. Percampuran bahasa 
2. Penggunaan kata tidak sesuai EYD
3. Baris-baris yang secara kontekstual 'self-centered' (bukan narsisistik) 
4. Bentuk kata yang (mungkin) belum pernah anda dengar 

Maka dengan ini saya nyatakan, mianhaeyo sebelumnya dan kamsahamnida karena sudah mau tidak keluar browser untuk lanjut membaca. 

-----------
Belajar saat dekat-dekat ujian versus belajar sejak jauh-jauh hari ujian. 

Tingkat satu kemarin aku apply cara pertama. Sensasinya mantapz. Aku baru namain buku waktu tanggal tawaqquf kegiatan officially diumumkan sama PPMI. Untungnya udah lengkap. Hmmh. 

Polanya aku baca sekali; pilih-pilih poin penting, melihat garis besar, dan ngasihin warna-warna. Begitu untuk semua pelajaran. Udah habis ronde pertama, lanjut ronde kedua yaitu merangkum. Semuanya udah selesai, there come the exam weeks. Jadi aku gak sempat baca 3 kali bukunya. Bacaan yang ketiga itu ya pas ujian. Rasanya kayak kurang memang, tapi lomba sama waktu itu sangat satisfying! Hahaha. Waktu itu, aku benar-benar blocking distraction mode-on. Semua yang mungkin untuk mengganggu aku singkirkan. Pokoknya gak mau ngurus apapun selain pelajaran. Soalnya aku belum ngapa-ngapain juga wkwkwk. 

Alhamdulillah hasilnya sih gak jelek-jelek amad, masih selamad lah. (Tapi sesungguhnya on the other side aku deeply grateful karena dengan belajar yang begitu Allah kasih hasil yang mooore than i expected. Terima kasihku kepada do'a Ibunda 🥺♡)

Termin 1 berlalu dan termin 2 datang, ternyata covid vibe menghiasi dan dunia terpaksa membentuk pola baru untuk semua kegiatannya. Gak terkecuali dunia perujianan. Akhirnya bahts lah, alias paper, alias KTI. Ini... B aja. Terhitung pengalaman aja gitu karena persyaratan KTI di Al-Azhar gak seketat di Indonesia sih aku rasanya. 

Di tingkat 2 ini, aku apply cara kedua. 
Masya Allah, ada kebahagiaan-kebahagiaan —bagi seorang pembalap seperti saya— yang baru kurasakan. 

Aku udah mulai mewarnai buku-buku bahkan dari minggu perkuliahan. Like, pada beberapa waktu —di malam-malam saat aku rajin dan di pagi-pagi saat aku tidak ngampus— aku baca buku. Nyicil lah istilahnya. 

Tanggal ujian diumumkan, tanggal tawaqquf PPMI juga sudah diumumkan. Aku mulai serius lah sama buku-buku pelajaranku. Dan betapaaa terharu dan bangganya aku kepada diriku ketika menemukan pada beberapa lembaran aku sudah memberi tanda. Hikzzz. Aku lantas jadi semangat banget untuk belajarnya. Sampai di halaman lebih jauh, ternyata ada lembaran yang udah tertanda lagi yang aku garis waktu dengerin dosen. Ihh seneng bangett. 

Pada suatu masa di tengah kegembiraan itu, datanglah desas-desus ujian yang diundur. Aku, tanpa bisa kumungkiri, juga ikutan ke-distract walau awalnya aku berusaha tutup telinga. 

Tapi, thanks to Sigmund Freud yang memberi insight bagus untuk sebuah mekanisme pertahanan. Namanya 'at-tasaamiy' atau sublimasi. Yaitu melampiaskan emosi negatif kepada suatu kegiatan yang positif.

Akhirnya, daripada hibernasi, binge-eating dan binge-watching (berhubung ini musim dingin), aku memutuskan untuk balas dendam kepada keadaan dengan tetap melanjutkan baca buku. Menganggap tanggal ujianku tetap 16 Januari 2021 meski realitas belum ketuk palu (lagi) kapan tanggal pastinya. 

Well i did. Aku berhasil menyelesaikan ronde pertama untuk semua buku-buku pelajaranku pada 16 Januari. Bahagyaaa sekali. Setelah ronde pertama ini, aku memutuskan untuk free book mode-on, masa-masa mengapresiasi diri bernama liburan. Aku nonton serial The Avengers (tapi belum semuanya), menemukan TV series asik berjudul Stranger Things (tokoh favoritku adalah Dustin karena dia gemuy sekaly 😭), makan Samyang, baca buku yang bukan buku pelajaran, ngemall, bikin lagu, hunting foto —atau lebih tepatnya jadi objek foto— ke Ibnu Tulun sama teman-temanku, ziarah ke Thanta dan mengunjungi kota kecintaanku yang kukenal dengan nama Alexandria. 

Setelah semua perliburan duniawi, masuklah aku pada ronde kedua. Sekarang ini, waktu merangkum.

Wuah. Ternyata banyak godaannya guys! Hahaa. 
Ada sebersit rasa 'wah aku dah kelar sekali nih, udah aman lah lumayan'. Semacam lalai gitu kayaknya. Ya Allah. Itulah yang saat ini aku berjuang melawannya. 

Pada masa ini aku terlanjur deactivating blocking distraction mode. Ada beberapa hal yang masih aku urus selain pelajaranku. Masih keluar-keluar kamar. Padahal i should've been inside my room berkhalwat dengan buku pelajaranku from the moment i wake up till the moment i go to sleep. Begitu-begitu aja. 

Tapi intinya kenyataannya sekarang gak begitu. 

Itu tandanya apaa? 
Itu tandanya aku harus lebih semangat😭😭😭! Karena sesungguhnya asyaddul jihaad jihaadul hawaa. Maka begitulah kawan. Aku akan menjalani fase ini dengan segenap hidup agar nanti sensasinya bisa aku ulik-ulik lagi untuk dijadikan bekal hari-hari mendatang jika ajal belum datang. 

Tapi (lagi), 
sebenarnya, semakin aku belajar Psikologi, semakin aku merasa Psikologi menjadikanku manusia yang lebih baik. Ini sangat amazing dan enlightened banget rasanya. Seperti terheran-heran kenapa bisa begini kerennya ini ilmu. Masya Allah deh pokoknya mah. (Meskipun pada beberapa waktu aku gak membantah aku juga sering merasa useless karena gak membahas hal-hal yang mendalami ulum Islamiyyah kayak teman-temanku yang di Dirasat Islamiyyah, dan merasa kroco saat belum nyambung dengan apa yang mereka bicarakan). (But anyway untuk membesarkan hatiku dan rekan-rekan wahid fakultas, emangnya mereka-mereka bisa sepaham kita kalo kita lagi bahas Psikologi? 😆✌)

Aku pernah baca quote dari salah satu masyayikh, yang aku tangkap konteksnya begini, 'bukanlah sebuah hal yang wajib untuk seseorang menyebarkan pemikiran briliannya sebelum mati, apa yang penting adalah ia sudah berhasil menemukan pemikiran brilian itu untuk dirinya sendiri sebelum mati'.

CMIIW buat kutipannya. Tapi i guess Psikologi —paling tidak buku-buku pelajaranku, paper dan jurnal terkait yang pernah kubaca— merupakan pemikiran brilian yang sudah kutemukan untuk diriku pada saat ini. 

Terinspirasi dari quote (lagi) —dari Syekh Siddiq Al-Ghumari yang beliau sampaikan ke Syekh dr. Yusri Jabr waktu Syekh Yusri sedang menyesal belajar Ilmu Kedokteran dan pingin fokus ke Ilmu Agama— aku mau berdo'a. 

Ya Allah. 
Semoga aku bisa beribadah, berbuat baik, di manapun Engkau meletakkanku, di bidang ilmu apapun yang Engkau pilihkan untukku. Aamiin. 

Oke. Mulai kali ini, aku akan —lebih mindful lagi— membaca buku-buku Psikologi hanya karena Allah:)))♡♡♡ 

----------
D-10 ujian termin 1 tingkat 2! Ganbatte kudasai and good luck for all of us!^^♡
Nb. Ditulis sambil mendengarkan lagu Afgan - Sabar

Komentar

  1. Tulisan anda sangat dekat kepada pembaca. Salah satunya mengenai psikologi yang tengah anda pelajari, seolah-olah anda tidak memiliki sekat antara anda dan psikologi, walau agak minder ketika anda mengatakan dan bertanya apa orang tau mengenai psikologi. Terima Kasih tulisannya memotivasi.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer