Take Me Back To The Day When (Bersurat Pada Tuhan)

Kembalikan aku pada hari-hari, dimana aku terbangun hanya menyebut namaMu. Tidur lebih cepat agar bisa bertemu denganMu tepat waktu, masih sepi dunia, belum terdengar suara-suara yang mengoar memekakkan. Langit gelap, syahdu, dan aku sudah sibuk denganMu dipikiranku.

Kembalikan aku pada hari-hari, dimana hatiku hanya terpaut denganMu. Yang aku ingat kapanpun, di tiap hela nafasku, hanya Engkau, tak luput biar sedetik. Tak ada rela walau sebersit ku isi otakku dengan selainMu. Masa-masa dimana aku dirundung cinta, gandrung akan bahagia yang melulu Kau siramkan di gersangnya hatiku. Kau objek cinta yang paling layak dicinta, apa pintaku yang pernah tak Kau beri? Tiada pernah aku kecewa. Kau penenang nomor satu, lebih ampuh daripada xanax, calmlet, dumolid, esilgan, vatium atau librium dan kawan-kawannya yang lain. Deskripsi mereka yang aku baca di jejaring internet tiada pantas dibandingkan denganMu. Sungguh merugi orang-orang yang menolak mengenalMu.

Kembalikan aku pada hari-hari, dimana segala apa yang aku lakukan, kupersembahkan sepenuhnya hanya untukMu. Aku menghindar dari apa yang Kau bilang tak Kau suka, tiada sulit karena cintaku sungguh besar padaMu kala itu, dan benar bahwa cinta tak pernah punya halangan. Aku usahakan jerih payah terbaikku, membuktikan padaMu aku layak dapat balas cintaMu. Lima kali sehari tak cukup, mabuk aku oleh rindu akanMu. Kian hari kian bertambah dosis canduku akan rindu kepadaMu. Waktuku ikut senang karena ia merasa tak sia-sia. Tiap detiknya membantu mendekatkanku padaMu.

Kembalikan aku pada hari-hari, dimana aku rasa melayang karena damai yang Kau ciptakan hanya untukku. Langkahku makin ringan, masa-masa yang terlewat tak pernah ada sesal, hanya Engkau satu-satunya yang jadi tujuan hidupku. Seluruh niatku hanya untukMu, aku pasrahkan jiwa raga, mengikuti jalan yang sudah kau gariskan dan semakin hari semakin bersyukur dapat mengenalMu, bahkan dekat denganMu.

Sepoi angin di suatu masa kemudian memanggilku ke sebuah pantai. Aku berdiri di bibirnya, merasakan sejuk dan lembut angin, merdu debur ombak menderu menyambut aku datang. Sebuah kebahagiaan sensasi baru, aku larut. Dan tetiba, gelombang besar datang, masih terpejam mataku dan aku terseret ke dalamnya.

Aku tak bisa berenang!

Ketakutanku menjadi-jadi, aku panik menyeru namaMu tanpa suara, didalam air jadi kedap. Aku yakin Kau dengar itu, tapi Kau mengujiku dan aku tiada peka.

Lama kelamaan, aku mampu bernafas dalam air, dan malah memilih untuk mengabdi pada laut, yang gelombang jahatnya sempat membuatku sesak karena menyeretku paksa ke dalam pusaranya.

Kau melihatku dari jauh sana. Seberapa kuat aku berusaha. Seberapa lama besar cintaku padaMu bertahan, di kedalaman laut ini, yang makin menyelam aku ke dasarnya makin indah kulihat pemandangannya.

Kau lalu berseru padaku 'Kembali kesini! Disana yang ada hanya fana! Tak ada bahagia abadi yang bisa kau temukan disana!' . Aku mendengarMu tapi aku melengos dan acuh tak acuh, tergoda aku akan rayu manja gelanggang lautan, yang menari-nari dengan gemulai. Sungguh bodoh. Aku kenal kebodohan itu, tapi kubiarkan saja karena pandangku tak lagi jernih. Berkabut, dan ambigu.

Tiap hari aku selalu tertawa. Memamerkan bahagia. Mencari status, agar aku dapat diakui di antero jagad lautan. Setiap hari hal yang sama terus berulang, hingga tiba aku pada sebuah titik; HAMPA.

Hampa! Aku hampa!
Kehampaan merasuki relung-relung hatiku, aku kembali sesak tapi aku diikat gelanggang lautan, tak bisa aku naik ke permukaan!

Wahai!!!
Maafkan aku kemarin tak mendengar seruanMu untuk segera kembali ke dekap hangatMu yang tak nisbi! Maafkan aku kini aku dijerat gelanggang dan rupaku sungguh tak pantas untuk menghadapMu! Aku hina! Dan terlalu kotor untuk mendekat kepadaMu! Beri tau aku bagaimana merekatkan keping cermin yang dulu sempurna memantulkan bayang... Berbingkai ukiran indah yang Kau suka... Kini tiada lagi... Hancur lebur dimakan arus laut...
Yang jahat...
Keji...
Kepadaku...

Surat cinta yang Kau titipkan pada utusanMu itu kutinggal berhari-hari, berdebu, berlumut, dan menangis ia tersedu-sedu mengadu padaMu tentang aku yang lupa padanya, membiarkannya tak tersentuh. Surat-surat itu tak terbaca tersebab aku yang sibuk dengan lantun syair-syair manusia yang tak berarti, tak bermakna, murahan...

Kau bukan lagi prioritas.

Lalu Kau tampar aku keras. MurkaMu terwujud dalam kekosongan hari yang aku alami. Kau beri aku pelajaran. Kau beri aku ruang dimana aku harus sadar bahwa semua ini adalah kesalahanku yang terlalu dungu.

Kau beri aku,

Kesempatan

Untuk

Kembali.

Satu pintaku padaMu Wahai Sang Maha Kuat, Sang Pemilik Dunia Akhirat, Sang Maha Bisa. Tambat hatiku padaMu. Kapok aku berpaling. Sungguh kesulitan hidup lebih kudamba apabila itu mendekatkanku padaMu. Jauhkan saja hal-hal yang berusaha mengelabuiku. Aku janji tak akan lagi main-main lagi ke pantai itu.

Wahai, dengan segala kebaikan hatiMu, besar harapku, agar Kau mau terima lagi cinta dari insan yang sempat pernah menghinakan dirinya ini.

Komentar

Postingan Populer