Apparatus Vestibularis.

Beberapa hal tak terduga akan terjadi. Kemudian beberapa perasaan tak terduga akan hinggap dan selanjutnya, kau takkan pernah tau entah ia akan menetap atau hanya sekedar mampir. Dan sialnya, mau bagaimanapun, kau sudah terlanjur merasakannya.  

Ia tak berkata-kata, tetapi dari tatap, disihirnya raga jadi mati rasa. 

Ia tak beri aba-aba, tetapi lantas pada akhirnya kau pula yang kau persalahkan, walau masih kau bertanya-tanya: 'Siapa sebenarnya yang bersalah?'


Hmm. 

Ternyata, ternyata, ternyata. 

Sedalam itu kehilangan melubangi sanubari; meninggalkan ruang kosong, hampa, dingin dan bisu.


Selama ini aku, luput sekian panjang waktu berjalan dari pikiranku bahwa tiap tahun, ada sebagian orang yang selalu berhari raya atas kehilangan.  


Selamat, selamat, selamat. 

Semalam suntuk terjaga untuk kue-kue imut dan menu-menu yang dirindu. 

Paginya, ramai-ramai gawai berdenting-denting, menerima maaf dari jauh.  

  

Selamat tinggal, (terkelu jemariku untuk mengetiknya tiga kali

Engkau yang berlalu tanpa aku bisa menjamin apakah esok akan bisa berjumpa lagi. 

Namun sesal selalu begitu, kan? 

Begitu kau balik halaman menuju bagian akhir dari kisah itu, di sanalah ia menyapamu. 


-

Terbuat dari apakah sebenarnya rasa kehilangan itu? 

Apakah dari langkah-langkah, tingkah laku, kata-kata, 

Atau hanya teramu begitu saja, dengan ketiadaan rencana? 

 

Tapi bagaimana bisa ia berbisik, memintamu memaafkan yang selalu kau salahkan walau belum tentu ia salah? 


Maka bukankah layak, jika rasa kehilangan diganti dengan pertemuan lain, 

Pertemuan dengan... dirimu, misalnya? 


Komentar

Postingan Populer