Untuk Kakak Berkerudung Hitam Yang Memberiku Tempat Duduk di Bis.

Semenit.
Sepuluh menit
Satu jam setengah berlalu.

Bis ini belum juga bergerak. Sempat sedikit maju, tapi terhalang lagi oleh ramai. Di dalam kendaraan berbentuk balok ini orang-orang berjubel berdesakan, nafas yang beradu membuat sesak dan sumpek suasana. Belum beruntung, saat itu aku termasuk yang berdiri. Yang lebih sedihnya, kesemutan juga karena harus menggenggam pegangan atas sambil memikul beban tas. 

Sudah dipastikan aku terlambat datang ke tempat tujuanku. Kemacetan ini sungguh di luar prediksi. Kukira hujan ringan bukan masalah, tapi ternyata, resiko negeri berpasir minim hujan ini, lebih mengandalkan penyedot air daripada selokan. Jadilah jalanan terendam.

Sejenak aku pandangi jalanan melalui jendela bis yang berembun akibat dingin udara. Sambil menghela nafas, aku bisa melihat asap tipis dari mulutku. Aku berusaha menunduk sedikit melongok perkembangan jalan di arah depan. Masih juga bergeming. Kutundukkan kepalaku, dan kuangkat perlahan lagi. Bukannya lepas dari pegal, aku malah mendapati sekelilingku berkunang-kunang.

Aku mengeratkan pegangan yang mulai longgar. Mencari punggung kursi untuk tumpuan tubuhku yang mulai berkeringat dingin. Pemandangan sekitarku berubah jadi kelebat-kelebat putih, telingaku berdenging dan aku mulai merasa gravitasi menarikku lebih kuat. 

'Belom makan siang sih tadi. Makanya kalo udah jamnya tuh makan!' 
'Ya lagian tadi mau makan tapi masih kenyang. Gimana dong.'

Seteru batin disela-sela perjuanganku mempertahankan keseimbangan membuat kepalaku berdenyut makin kuat. Berangkat seorang diri, aku tak mau menguji keikhlasan umat dengan pingsan di dalam bis. Bisa-bisa tambah riewuh keadaan nanti. 

Aku menyerah. 

Dengan segala kecamuk jiwa sungkanku, aku berhasil mengintisarikan sebuah solusi; minta tempat duduk. Kebetulan sekali, perempuan yang duduk di kursi dekatku ini berkebangsaan sama denganku.

Kutepuk pundaknya.

'Kak, punten... Boleh gantian tempat duduk gak? Kepalaku sakit banget kak...'

Kakak itu menoleh. 
Dengan ekspresi antara iba dan kesal kakak itu menjawab,

'Mmm yaudah tapi bentar aja ya, aku mabukan juga sih soalnya' 

Aduh. Salahku juga tadi kenapa minta gantian tempat ya. Kalau kupikir lagi, harusnya tadi aku memintanya untuk sedikit membagi porsi kursinya. Haish. Sudahlah.

'Yaudah kak nggak apa-apa...' 

Tak ingat lagi aku seni eweuh pakeweuh. Begitu kakak itu menggeser posisinya, aku menyeloroh duduk dan langsung mengatur nafas sambil memegangi kepalaku. Mencari secercah ketenangan, membisukan bising mesin kendaraan yang menderu. Orang di depanku sempat bertanya apakah aku bawa minyak kayu putih atau sejenisnya. Aku menggeleng tanpa melihatnya. Kakak yang tempat duduknya jadi setengah karenaku juga ikut menanyakan. Sesaat aku terbersit, indahnya etika berempati. Meskipun tak punya apa-apa, kepedulian mereka membuatku sejenak merasa aman berada di antara saudara sebangsa.

Beberapa saat kemudian aku terbangun. Sepertinya tadi sudah sempat aku tak sadar diri. Beberapa penumpang sudah turun, dan bis mulai maju meski hanya merayap lambat. 

'Eh, sini aja nih, kamu duduk sini aja. Biar aku berdiri.' 

Aku merasa kakak di sampingku mengajakku berbicara.

'Nggak usah kak, gini aja nggak apa-apa...'
Sedikit terkejut aku menanggapi.

'Udah kamu disini aja, duduk nih.'

Tanpa bisa lagi aku menahannya, kakak itu sudah berdiri dan mempersilakanku menduduki kursinya. Sisi dramatisku mulai mengharu-biru. Pertolongan Tuhan memang tak ada yang bisa mengira datangnya lewat siapa. Hari ini, kakak berkerudung hitam inilah yang menjadi tangan kanan Tuhan untuk menyelamatkan aku yang sedang oleng ini. 

Samar aku mendengar, kakak itu mau turun di kuliyah banat. Aku melanjutkan kompromi dengan kepalaku dan berencana mengucap terimakasih sebelum kakak itu turun. 

Mataku terbuka, dan bis terasa lebih lengang. Kecewaku adalah, tak kudapati kakak itu di depanku. Yang ada hanya tinggal perempuan bercadar yang sedang mendengarkan sound book berbahasa Persia melalui gawainya.

Aku merebahkan punggungku. Sambil melihat hujan yang rintiknya deras, aku mendo'akan semoga kakak berkerudung hitam yang memberikan tempat duduknya kepadaku di bis hari ini selalu diberi kemudahan oleh Tuhan. Terimakasihku biarlah sampai dengan balasan Tuhan yang jauh lebih baik.


-


Untuk kakak berkerudung hitam yang memberiku tempat duduk di bis kepadaku pada salah satu Selasa siang yang gerimis di akhir Februari, kusampaikan terimakasih banyak. Semoga Allah memberi balasan terbaik untuk antum. 



 






Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer