Kisah Tentang Sebuah Terimakasih.

Dan sekarang tinggal aku, tersisa. Di jalan yang entah punya ujung atau tidak, dunia yang luas mendadak terasa begitu sempit, begitu sesak, kala bayang tentangnya datang berkelebat menyapa pikir.

Muncul tanya kemudian. Apakah harus semuanya yang bahagia ternyata malah meniti akhir dengan perlahan? Apakah tak bisa inginku untuk bertahan, sedikiiit saja lebih lama, jadi nyata?

Ini semua pasti karena Jari-jari.

Jari-jari memang nakal. Jari-jari memang ceroboh. Jari-jari memang pengkhianat. Jari-jari tak pernah mau mengerti. Maafkan aku Jari-jari. Tapi kurasa kau memang tak pernah selaras dengan hati dan otak. Jari-jari maunya egois, tak mau turut perintah otak, mainnya terlalu jauh, tanpa tau kemana arah. Akhirnya, Jari-jari terperosok ke dasar jurang, mengaduh lirih. Dan sialnya, akupun terikut serta di dalamnya. Aku juga ikut mendapat luka, meski tak parah, tapi kuakui sungguh perih.

Jari-jari menyebalkan. Aku jadi menyesal berteman dengan Jari-jari. Menjadi akrab, dan membiarkan Jari-jari mengabadikan kisah-kisahku dengan lincahnya. Tapi oh, Jari-jari!  Kenapa kau tekan tombol kirim itu kepadanya Jari-jari?  Niatku sebatas padamu aku bercerita, kenapa kau begitu licik! Sampai hati kau beberkan kepadanya jujur hatiku, Jari-jari! Agar apa? Apa maumu?

Jari-jari bilang kalau Jari-jari ingin aku punya teman. Jadi kau anggap apa dirimu selama ini padaku, hah? Sudah kukatakan padamu aku tak ingin lagi menaruh harap tentang ketulusan, tapi masih saja kau berulah dan aku yang harus tanggung konsekuensinya.

Dia mana tau perihal ini Jari-jari?
Dia hanya datang, tugasnya hanya hadir!
Setelah semua usai, setelah semua tuntas kau bagi dengannya, ia pergi, Jari-jari!
Aku sudah ingatkan dari awal. Menelan kecewa sungguh pahit Jari-jari. Jangan ragukan aku tentang percaya. Aku ajarkan padamu di waktu silam, hari ini malah kau yang menghancur leburkan percayaku. Berikut pula retakan hati akibat dia yang juga menyusulmu membuat kesal.

Kau tau aku begitu terbuka padamu soal setiap hal-hal kecil yang terjadi. Jadi kuadukan saja padamu. Meski ternyata, akhirnya kau malah membaginya dengannya.

Dia memang baik, Jari-jari. Sungguh aku nyatakan. Aku ingin berterimakasih, tapi entah bagaimana diksi yang harus kupilih agar terlihat wajar dan waras.

Maka ini giliranmu.
Sampaikan terimakasihku padanya, akan hari-hari dan waktu yang begitu padat akan jujur, yang begitu kental akan tulus. Katakan bahwa aku sudah mengira kalau semuanya benar, katakan bahwa aku sudah menaruh percaya.

Katakan Jari-jari.

Jangan lupa.

Dia harus tau.

Oke?

Beri tau aku kalau sudah kau sampaikan. Agar aku bisa lebih lega, lepas dari sesak yang mengekang, akibat terimakasih yang masih tertahan.

Komentar

Postingan Populer