yakin nggak yakin, bukankah kau harus rela?

Pernahkah kau berpikir; bahwa terkadang, cinta adalah motif halus terselubung untuk memenangkan ego? 

Sebegitunya kau biarkan lelahmu tumpah ruah, sedihmu membelukar, dan bahagiamu menyeruak, di waktu-waktu yang entah kapan, di tempat-tempat yang entah di mana. Terjadi begitu saja. Terlepas begitu saja. 

Tapi dia—yang katamu kausayang—lantas ikut tersenyum kepada bahagiamu, khawatir akan sedihmu, juga merengkuh semua lelahmu. 

Dia lalu mengubahmu menjadi makhluk berhati paling penuh atas segala penerimaan yang dia hadirkan. Sepenuh itu hingga cawanmu yang sebelumnya berisi ego berganti dengan ketulusan; yang kini kaubagi-bagi seakan tak pernah habis karena hadirnya... selalu mampu mengisi kembali.

Sudah jauh perjalanan, tanpa sadar kau tak menyadari kau membiarkan dayamu bergantung pada hadirnya. Hatimu itu, kini tak lagi milikmu. Yakinmu kata 'selamanya' akan mewujud, membawamu mengagungkan rasa percaya, seutuhnya, terhadapnya. 

Tapi memang kehidupan ini lucu sekali seperti sirkus. Menegangkan, banyak hal tak terduga, dan kita dipaksa tertawa atas hal-hal yang mengejutkan. Meski janggal kau rasa dan terbesit dipikiranmu saat gelakmu pecah, 'mengapa tertawa rasanya kurang sesuai?' , 'tapi...ingin menangis pun, bukankah ini terlalu receh?'

Berputar-putar di kepalamu ribuan kenapa yang tak pernah punya karena. Kau lantas meniup balon-balon asumsi yang kaukira akan menghiburmu, kau terbangkan dan ia melambung tinggi, tanpa pernah kembali membawa jawab. 

Mungkin peranmu dalam kisahku hanya sebagai tukang reparasi saja, yang mampir untuk memperbaiki hatiku yang acakadut. 

Mungkin ada hati lain yang butuh kautengok, dan kauperbaiki agar bisa kembali hidupnya waras. 

Mungkin aku memang harus melepasmu walau aku tak pernah tau (meski aku masih berdoa) apakah akan ada yang lebih baik dari dirimu, dari apa yang telah dibawa oleh kehadiranmu untuk duniaku. 

Atau mungkin aku harus melayu, agar kau, bisa kembali lagi? Kau masih ingat jalannya kan? 

-
Hari ini sungguh terasa seperti tak berujung. Aku memikul, dan menyeret kebingungan ini kemana-mana, sungguh, langkahku memberat tapi seperti tak layak rasanya jika apa yang tersisa darimu kukubur begitu saja. 

Tapi ketidakpastian ini tidak memberikanku pilihan apa-apa. Dan setelah kupikir-pikir, kau pasti ingin aku bisa bahagia dengan diriku, kan? 

Jadi... kuputuskan belajar rela untuk kepergianmu yang tanpa pamit sore ini. Semoga di hati manapun kau berlabuh, kau bisa menuai kebaikan-kebaikan yang sudah kau tanam. 

Semoga, lembaran baru (tanpamu) bisa membuka kisah baru, untukku. 


----------------

(Selamat jalan Ventelaku sayang. Meskipun rasanya masih seperti nggak nyata bagiku, aku berdoa jika kita memang berjodoh semoga kita bisa dipertemukan lagi. Atau jika memang belum, semoga Tuhan menghadirkan ganti yang lebih baik. Semoga kau bisa memberi bahagia kepada dia yang sekarang langkahnya kau iringi.) 

Komentar

Postingan Populer